Ubah Forced Discipline Jadi Self Discipline



Bagikan melalui :





Pembentukan perilaku disiplin dapat dilakukan dengan membangun disiplin dari dalam diri karyawan dan dari kekuatan pengaruh dari pihak luar. Segala sesuatu yang berasal dari luar tentu membutuhkan pengawasan, ketika pengawasan mulai kendor maka yang terjadi adalah karyawan menjadi kurang disiplin. Segala sesuatu yang berasal dari luar tentu bersifat sementara. Sementara berarti untuk kasus tertentu dan tidak berlaku pada kondisi yang berbeda.

Banyak yang menerapkan pembentukan disiplin dari luar. Penerapan denda ketika karyawan tidak disiplin sudah sering dilakukan di perusahaan. Kadang kala hasilnya tidak menunjukkan peningkatan dalam disiplin karyawan. Karyawan berpandangan bahwa saya sudah membayar denda atas penyimpangan, tindakan yang saya lakukan tentu sudah saya ganti bayar sehingga perusahaan tidak dirugikan.

Ada juga perusahaan yang menerapkan sistem denda yang tidak mempertimbangkan bobot penyimpangan yang dilakukan karyawan. Sudah banyak yang menerapkan sistem denda untuk keterlambatan, tetapi karyawan yang alpha, pemberitahuan, sakit tanpa gunakan surat dokter tentunya adalah penyimpangan yang bobot dampaknya jauh lebih besar dibanding keterlambatan. Karyawan yang datang terlambat, masih bisa memberikan kontribusi bagi perusahaan. Sedangkan karyawan yang alpha, pemberitahuan dan sakit tanpa surat dokter sudah tidak dibayar karena tidak bekerja. Disini faktor penyebab yang membuat leader alami kesulitan dalam mendisiplinkan karyawan. Karyawan yang memberitahukan ketidakhadirannya tentu tergolong masih bersedia menghormati atasannya, disbanding karyawan yang alpha.

Banyak juga leader yang memberikan teguran dengan marah, menyampaikan bahwa Tindakan karyawan melanggar peraturan dan tata tertib di perusahaan, tanpa memberikan pembinaan dan menyadarkan karyawan tentang tindakan keliru yang mereka lakukan. Adakah ancaman, menumbuhkan ketakutan dapat menghasilkan self discipline? Tentunya tidak ada kondisi lebih baik dapat dicapai ketika kita menghadapi ancaman atau ada rasa takut dalam diri. Agar potensi dapat dikembangkan dengan optimal maka kita harus capai merdeka ruh, merdeka pikir dan merdeka ilmu. Kita memahami dengan menggunakan akal dan dapat diketahui kebenarannya dari hasil (memahami prinsip BENAR).

Membentuk self discipline berarti memberikan pemahaman kepada karyawan tentang nilai yang mendatangkan manfaat bagi semua umat manusia. Bukan manfaat bagi golongan, manfaat bagi diri sendiri, manfaat bagi perusahaan tetapi bermanfaat bagi siapapun makhluk di muka bumi. Semua makhluk menjadi wajib di hargai sebagaimana fitrah kita sebagai manusia. Membahagiakan orang yang ada disekitar kita, menjadi rahmat bagi semesta dimana kita berada.

Peran leader dalam membentuk self discipline melalui pembinaan kepada karyawan. Pendekatan yang tepat adalah coaching dimana karyawan menjawab persoalan perbedaan dengan pikirannya sendiri. Dengan memegang prinsip bahwa tak ada orang yang bersedia menggunakan pikiran orang lain, kecuali mereka menyetujuinya. Ketika mereka disalahkan, maka itu pikiran dari leader bukan karyawan. Oleh karena itu karyawan perlu diajak untuk memahami suatu persoalan dari sudut pandang ia sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan Latihan pembentukan ketrampilan leadership, bukan berupa traing tetapi latihan, praktek dan pembiasaan terukur.

Penerapan program Self Evaluation dapat membantu karyawan dalam melakukan evaluasi terhadap sikap dan tindkaan kerjanya. Evaluasi diri adalah satu-satunya cara bagi individu untuk melakukan perbaikan. Kesadaran evaluasi diri harus ditumbuhkan dari dalam diri karyawan. Orang yang bersedia melakukan evaluasi diri maka ia menjadi mudah untuk mendengarkan, pandai menerima masukan dari orang lain, mampu mengkoreksi diri menjadi lebih baik. Namun banyak rekan HR lebih mementingkan formulir evaluasi diri yang perlu diisi oleh karyawan.

Sesungguhnya formulir adalah alat bantu yang digunakan agar memudahkan karyawan melakukan evaluasi diri. Sesungguhnya nilai dari makna evaluasi diri yang lebih diutamakan untuk disampaikan kepada karyawan. Peran leader dan tim HR adalah memahamkan pentingnya metode evaluasi diri untuk peningkatan hidup karyawan menjadi lebih baik. Ketika ada pengisian yang tidak sebenarnya, maka itu adalah peluang untuk menanamkan nilai kepada karyawan. Banyak kasus yang disampaikan oleh leader adalah % hal positif yang telah dilaporkan oleh karyawan. Tujuan penerapan Self Evaluation tidak tercapai.

Meditasi adalah cara lain dalam mengembangkan potensi diri optimal. Dengan meditasi maka kesadaran kita meningkat. Kita tak perlu lakukan upaya keras melatih bagaimana memahami nilai yang membawa hidup lebih baik. Kebiasaan meditasi akan membentuk diri manusia dalam mencari makna. Bukankah pada saat sendiri, maka fungsi pikiran akan bekerja optimal, bebas dari segala pengaruh dari luar. Dalam hening maka pikiran bekerja dengan memunculkan data-data yang pernah dialami dan menjadi keyakinan kita. Ketika data pikiran muncul maka pikiran sadar dapat melakukan evaluasi dan memperbaiki nilai yang kurang sesuai. Layaknya hipnoterapi, memunculkan nilai data pikiran dan mengevaluasi kesesuaian nilai yang perlu kita jadikan koreksi.

Repetisi. Pengulangan dapat menghasilkan kekuatan magic. Semua pengulangan menghasilkan kekuatan, kecepatan, kelancaram, bahkan mampu mengubah mindset menggantikan nilai lama yang diyakini. Mengulang pikiran dengan kata-kata mampu menghasilkan tindakan. Mengulang Tindakan mampu melahirkan kebiasaan. Mengulang kebiasaan mampu menjadi karakter. Sesungguhnya yang diulang bukan kata-kata, tetapi pikiran dimana terus dipikirkan itulah yang mendatangkan hasil. Jadi kekuatan repetisi dimulai dari keinginan kuat seseorang dan terus memikirkannya.

Bagaimana dengan doktrin? Banyak praktisi HR yang menggunakan cara doktrin dalam menanamkan nilai ke karyawan. Melalui disain visi, misi, nilai kerja dimana karyawan wajib menghafalkannya. Apakah dengan menghafal maka karyawan dapat berubah mindsetnya? Sesungguhnya dengan karyawan menghafal maka memudahkan bagi leader dan HR untuk memberikan pembinaan. Mereka dapat menerima dan berpikir ketika memahami makna yang disampaikan. Peran leader dan HR sangat besar dalam menanamkan nilai ini. Setiap melakukan pembinaan, selalu menyertakan nilai-nilai kerja yang akan ditanamkan. Karyawan menjadi paham bahwa nilai kerja tersebut penting dan berarti bagi kemajuan perusahaan dan diri karyawan.

Semua pendekatan diatas sulit untuk dilakukan pengukuran. HR tak bisa mengukur tindakan yang dilakukan karyawan untuk mengubah dan memperbaiki diri mereka. Program active learning juga menerapkan prinsip pengulangan dan membuat karyawan berpikir. Sesuatu yang dipikirkan berulang-ulang mampu menciptakan mindset yang membuat karyawan menjadi optimal. Soal dan studi kasus yang diberikan mampu menggantikan mindset yang ada pada diri karyawan dan cenderung berupa fixed mindset. Menanamkan growth mindset pada diri karyawan, menumbuhkan sikap bahwa semua pencapaian manusia dihasilkan melalui proses bukan karena kondisi kecerdasan, bakat, keuangan, posisi atau status seseorang. Semua orang berhak untuk sukses.

Salam improvement


Bila bermanfaat, bagikan melalui :