
Bagikan melalui :
Setelah menyimpulkan efektifitas tentang
program Latihan berpikir dalam membentuk sikap dengan mengandalkan frekuensi
dan dilakukan pada semua karyawan, perbaikan cepat maka saya mulai komitmen
untuk mendisain soal dan studi kasus. Awalnya peserta Latihan wajib
menyelesaikan dengan nilai 100 hingga 3 kali karena soal yang disiapkan sangat
sedikit. Latihan tidak boleh terputus, hingga menunggu soal berikutnya.
Dimulailah pPerjalanan panjang dalam
mendisain program Latihan berpikir active learning. Banyaknya waktu untuk
mendapatkan masukan tentang penyimpangan terjadi di perusahaan dari beragam
departemen, banyaknya leader dan HRD yang turut memberikan masukan tentang
persoalan, perbedaan persepsi karyawan, SOP SOP yang sering kurang dipahami.
Begitu besarnya peran HRD dalam kolekting masalah-masalah dan terus memberikan
informasi demi terealisasinya pelatihan terstandarisasi dan perbaikan yang
diidamkan.
Butuh banyak waktu yang diperlukan untuk
mendisain materi. Terutama untuk mendisain soal yang jawabannya SALAH. Lebih
mudah mendisain soal yang jawabannya benar karena yang ingin dipahamkan sesuatu
yang benar. Banyak penyampaian tentang yang benar. Namun soal dengan jawaban
salah sangat diperlukan untuk menciptakan kebiasaan berpikir, menciptakan
Latihan berulang dan menciptakan kebiasaan teliti. Tingkat kesulitan ini yang
menyebabkan kami menyusun satu materi membutuhkan waktu 3 sampai dengan 6
bulan.
Terus saja kami mendapatkan masukan dari
HRD dan leader yang telah mencoba mengerjakan soal Latihan berpikir ini. Mereka
memberikan masukan tentang soal yang bisa dipersepsikan berbeda, soal yang
membingungkan dan meminta bahasanya disederhanakan, soal yang tidak ada
kasusnya di perusahaan, soal yang harus ditambahkan, soal yang harus kami ganti
redaksi penulisan soalnya. Tanpa bantuan dari korektor dan masukan dari HRD dan
leader, kami sulit untuk melakukan penyempurnaan soal.
Bagaimana menyusun soal yang dapat
meningkatkan hasil produksi, mengenalkan 9 pemborosan yang terjadi diperusahaan
dengan kondisi sesuai yang dialami. Bagaimana tugas leader dijalankan,
bagaimana leader memberikan teguran, bagaimana leader membuat to do list.
Disisi sebaliknya : Bagaimana upaya para leader yang berusaha untuk memahamkan
kerja yang benar kepada karyawan, dan dijadikan sebagai materi untuk karyawan,
bagaimana sikap tepat karyawan dalam menerima teguran.
Pengukuran diperlukan. Pengukuran pemahaman
sudah dapat diketahui dari hasil program Latihan berpikir active learning.
Karyawan yang sudah menyelesaikan terge nilai Latihan berpikir dapat secara
otomatis masuk ke materi berikutnya. Pengukuran implementasi perbaikan sikap
dilakukan dengan self evaluation. Perkembangan penyimpangan yang dilaporkan
oleh karyawan, menunjukkan perbaikan.
Dalam melakukan validasi kebenaran
pengisian self evaluation, di cek melalui penilaian dengan system ranking
methode. Karyawan yang mendapat nilai besar dan melaporkan penyimpangan kecil
berarti mengisi self evaluation dengan benar. Sedangkan karyawan yang mendapat
score ranking method kecil tetapi tak melaporkan penyimpangan, berarti tidak
melakukan pengisian self evaluation dengan benar. Bersama HRD dan leader,
dilakukan coaching dan counseling dan membangun komitmen.
Evaluasi juga diukur terhadap pencapaian
target penjualan, hasil kerja karyawan dan team. Jika ditemukan belum sesuai,
maka HRD ditugaskan untuk melakukan training need analysis, apa yang
sesungguhnya dibutuhkan oleh karyawan untuk meningkatkan kinerjanya.
Kini setelah 16 tahun, program Latihan berpikir
telah dijalankan di perusahaan, tanpa diperlukan kunjungan dari pihak
konsultan. Karyawan dapat belajar mandiri dan mampu menunjukkan hasil disiplin,
kinerja produktifitas dan efisiensi yang alami peningkatan. Kejelian HRD dalam
identifikasi sangat menunjang kecepatan perbaikan.
Salam improvement
Bila bermanfaat, bagikan melalui :