Mengapa Active Learning Mengurangi Toxic



Bagikan melalui :





Active Learning mampu mengurangi kondisi toxic bahkan menghilangkan kondisi toxic. Ketika karyawan fokus untuk menyelesaikan penugasan Latihan berpikir maka pikirannya tertuju bagaimana ia dapat menyelesaikan penugasan. Karyawan menjadi lebih sering membicarakan target kelulusannya dibandingkan berbicara negatif.

Materi yang paling banyak dibicarakan adalah bagaimana memahami prinsip benar. Mereka memiliki kebiasaan, mengatakan benar apa yang mereka lakukan. Maka ketika mendapatkan kasus, mereka seringkali keliru dalam menyimpulkan, meskipun telah diberikan bimbingan. Benar dapat diketahui dari hasil. Sesungguhnya salah juga dapat diketahui dari hasilnya. Jika benar diketahui dari hasil maka benar dan salah ada didalam proses. Proses itu adalah sikap dan tindakan karyawan. Ketika hasilnya berupa pemborosan bagi perusahaan, maka Tindakan tersebut adalah salah.

Tindakan benar pasti mendatangkan manfaat bagi semua pihak. Bermanfaat bagi perusahaan, bagi atasan, rekan, supplier, customer, masyarakat pembeli produk / jasa, bagi negara berupa pendapatan pajak yang dibayarkan oleh perusahaan. Benar bermanfaat secara universal. Bermanfaat pada golongan tertentu bukanlah tindakan benar. Oleh karena itu kerja adalah ibadah. Namun tidak semua yang dikerjakan karyawan, belum tentu bernilai ibadah. Karyawan yang bekerja santai, tentu merugikan pihak lain. Jadi pikiran karyawan bahwa kerjanya ibadah, memang perlu diluruskan.

Karyawan juga paling sibuk membahas materi tentang berpikir. Seringkali karyawan berpendapat bahwa kerjanya adalah selalu berpikir. Sehingga mereka bisa menguasai ketrampilan kerja yang dibutuhkan. Padahal kerja mereka bukan pertama kali dilakukan. Pengulangan berarti karyawan bekerja mengandalkan kebiasaan. Karyawan menjadi paham kondisi yang menyebabkan manusia berpikir.

Pembicaraan materi menjadi percakapan yang intens, dimana karyawan saling bertanya tentang soal yang diberikan. Karyawan saling memberikan pemahaman kepada rekannya termasuk mereka juga berbicara kepada leadernya. Saat kami belum menghasilkan materi untuk leader, maka banyak karyawan yang lebih menguasai materi dibandingkan leadernya. Mereka tahu leadernya belum mampu menyelesaikan, bahkan ada leader yang menanyakan kepada karyawan.

Kondisi leader yang belum mampu menyelesaikan materi, menjadi pemicu bagi kami untuk membuat materi khusus leader. Dengan harapan leader tidak dipandang kurang mampu oleh karyawan. Kondisi ini tentu akan menjatuhkan leader saat memberikan pengarahan kepada karyawan. Materi leader fokus bagaimana mereka mengingatkan, menegur, memberikan pengarahan agar penyimpangan berkurang. Sedangkan materi untuk karyawan fokus pada sikap yang tepat ketika mendapat pembinaan dan teguran. Karyawan dipahamkan bahwa teguran itu bermanfaat bagi perbaikan dirinya, bukan melihat bagaimana leader menegur mereka. Setiap orang punya gaya dan karakter, kita tak sanggup mengubah kafrakter orang lain, yang bisa kita lakukan adalah mengubah apa yang ada pada diri kita.

Dari materi yang dipelajari oleh karyawan. Materinya mengubah mindset karyawan, jika mereka merasa tertindas maka Langkah tepat adalah bukan menyampaikan secara pribadi ke leadernya, tetapi Langkah tepat yang diajarkan oleh petunjuk hidup adalah hijrah. Mereka dipahamkan bahwa rejeki tidak perlu dicari, karena diberi. Hal yang perlu dilakukan adalah mengembangkan diri, perbanyak menanam kebaikan agar bisa mengundang rejeki lebih kepada kita. Ketika mereka bergosip, ada materi gosip tak membawa kebaikan, gosip tergolong menggunjing yang dilarang oleh agama, gosip tak ada manfaat bagi karyawan kecuali kesenangan sesaat. Gosip membicarakan keburukan, sifat bicaranya negatif dan kita bisa tertular virus negatif yang akan mempengaruhi sikap dan Tindakan kita.

Manusia yang mampu mengubah nasibnya sendiri, tak ada orang lain yang mau mengubah nasib orang lain. Mereka memberikan hadiah, bonus atau perhatian, sesungguhnya adalah memperjuangkan dirinya sendiri agar karyawan yang baik tetap berada diperusahaan, dibawah pengawasan mereka. Bahkan mengubah mindset, bahwa bekerja bukan mencari uang, hingga mereka bersedia untuk dipotong ketika tidak mencapai target. Anehnya setelah keluar, mereka mendaftar Kembali ke perusahaan.

Tinggal kebijakan HRD yang harus menanggapi karyawan demikian. Daripada menerima karyawan yang tak dikenalnya, maka karyawan yang telah bekerja lebih baik. HRD tidak perlu memberikan pelatihan product knowledge, membentuk rasa percaya diri karyawan, dan mereka sudah mengenal budaya perusahaan.

Salam improvement


Bila bermanfaat, bagikan melalui :