
Bagikan melalui :
Banyak leader dan praktisi bidang SDM yang
lakukan pelatihan mengenai peraturan perusahaan. Banyak cara yang ditempuh,
sepengetahuan saya yang paling umum dilakukan adalah memberikan peraturan
perusahaan kepada karyawan untuk dibaca dan dipelajari, jika tak ada
pertanyaan, berarti karyawan sudah memahami peraturan, dengan menanyakan apakah
ada pertanyaan, apakah semua sudah cukup jelas?
Sebagian lainnya, membuat ringkasan
peraturan yang dirangkum berupa tata tertib, apa yang boleh dan tidak boleh
dilakukan oleh karyawan. HRD memberikan penjelasan point-point yang ada dalam
peraturan dan meminta karyawan untuk bertanya. Ada juga Staf HRD yang
menanyakan kasus-kasus yang bisa membuat karyawan menjadi lebih paham. Sebagian
menjelaskan tentang isi kontrak kerja yang juga mencantumkan peraturan
perusahaan untuk disepakati karyawan.
Ada Sebagian kecil yang lakukan pelatihan
untuk sosialisasi peraturan perusahaan. Modal pelatihan kelas lebih variative
karena peluang pertanyaan bertambah banyak sehingga diharapkan karyawan menjadi
jauh lebih paham. Tetapi pelatihan kelas ini jarang bisa dilakukan kontinyu
terhadap semua karyawan baru. Mungkin hanya di perusahaan tertentu yang
komitmen terhadap pelatihannya sangat tinggi. Moga pembaca berada di perusahaan
macam demikian.
Namun pembahasan yang lebih detail tentang
Putus Hubungan Kerja kurang dibahas detail. Perlu ada sesi pelatihan khusus
untuk membahas kupas tuntas masalah PHK. Mulai dari siapa yang menjadi sumber
penyebab putusnya hubungan kerja. Jangan punya sikap ketika kita tahu bahwa
sumber penyebab putusnya hubungan kerja adalah diri kita , kemudian meminta
pihak lain untuk menanggung atas Tindakan yang kita lakukan.
Ingatlah setiap kebaikan akan berbalas
kebaikan dan setiap keburukan kita sendiri yang akan menuainya. Tindakan lebih
baik adalah mengundurkan diri karena tak ada hidup yang merugikan manusia.
Hidup adalah sumber perubahan yang menuju kondisi lebih baik. Tugas kita adalah
menanam kebaikan. Berbuat sesuai fitrah manusia, membahagiakan orang
disekitarnya.
Satu hal lagi yang perlu ditanamkan pada
karyawan bahwa putus hubungan kerja itu berarti performance kerja karyawan
tidak sesuai dengan harapan manajemen. Karyawan yang sengaja melakukan Tindakan
buruk tentu bukan hal yang diharapkan. Apalagi sengaja berbuat buruknya adalah
memakai fasilitas perusahaan untuk kepentingan sendiri, mencuri, mengambil
peralatan atau inventaris perusahaan. Karyawan demikian tidak layak diputus
hubungan kerjanya. Mereka sudah melanggar hukum maka istilah yang layak bagi
mereka adalah DIPECAT BUKAN DI PHK.
Mengapa pemahaman ini diperlukan? kami
sendiri pernah diminta perusahaan untuk membantu mengidentifikasi hilangnya
stock. Dengan manfaat psychowar, kami mendapatkan pelakunya. Pelaku sudah
mengakui perbuatannya, dan menuliskan kronologi atas kasus pencurian tersebut.
Dimana ia bekerja sendiri dan menempatkan barang curiannya ditempat sampah yang
sengaja ditaruh dipintu luar Gudang.
Ternyata bukti pengakuan tertulis, bukti
stock selisih sebagai pertanda ada kasus pencurian, kemudian bukti penadah
tempat barang tersebut dijual, tak cukup bagi polisi untuk menetapkan sebagai
kasus pencurian karena barang yang dipenadah sudah tidak ada lagi. Akhirnya
pihak kepolisian hanya menahan yang bersangkutan 2 x 24 jam. Jika ini diketahui
oleh semua karyawan, maka butuh upaya keras untuk membuat mereka takut
melakukan pencurian. Kami hanya sampaikan bahwa yang bersangkutan telah masuk
ke penjara.
Jauh lebih baik kita memberikan pemahaman
budi pekerti yang baik sebelum kasus itu terjadi. Dan itu menjadi tugas HRD.
Salam improvement
Bila bermanfaat, bagikan melalui :